SSNews Bengkulu Utara- Perjuangan para karyawan PT PMN yang terdampak pemutusan hubungan kerja mulai menunjukkan secercah harapan. PT PMN, perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batu bara di Bengkulu Utara, kini harus menghadapi desakan untuk menyelesaikan hak-hak pekerja di jalur resmi.
Nurhasan HR, mewakili karyawan berstatus PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu), mengapresiasi gerak cepat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertran) Kabupaten Bengkulu Utara dalam menindaklanjuti laporan resmi yang telah mereka layangkan.
Pada Jumat, 24 April 2025, perwakilan karyawan secara resmi mendatangi kantor Disnakertran Kabupaten Bengkulu Utara. Mereka meminta agar pihak Disnakertran memanggil manajemen PT PMN untuk mengklarifikasi dan membahas tuntutan pekerja terkait pembayaran kompensasi, sisa kontrak kerja, hingga cuti tahunan yang hingga kini belum dibayarkan.
“Harapan kami sederhana: penyelesaian perselisihan hubungan industrial ini harus dilakukan melalui mekanisme Tripartit, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004,” tegas Nurhasan HR saat diwawancarai. “Kami tidak menginginkan adanya anarkisme. Sejak awal hubungan kerja dibangun atas dasar kesepakatan, maka pengakhiran hubungan kerja pun harus dilakukan dengan cara yang bermartabat dan sesuai hukum,” tambahnya.
Lebih lanjut, Nurhasan menegaskan bahwa perjuangan mereka berlandaskan dasar hukum yang kuat. Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, yang mengatur tentang perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja, hingga mekanisme pemutusan hubungan kerja.
“Masalah pembayaran sisa kontrak, kompensasi, atau yang populer disebut uang pesangon, ini bukan lagi soal negosiasi. Ini perintah undang-undang dan peraturan pemerintah yang wajib dipatuhi oleh semua pihak,” tegas Nurhasan.
Sebagai kuasa bicara yang mewakili rekan-rekannya sesama buruh, Nurhasan tetap menunjukkan optimisme. Ia yakin Disnakertran Kabupaten Bengkulu Utara mampu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial ini dengan mengedepankan prinsip keadilan dan keberpihakan pada hukum.
Di tengah dinamika yang berkembang, mantan Ketua DPRD Bengkulu Utara periode 2004–2009, Syaprianto Daud, S.Sos, turut angkat suara. Ia tidak hanya mengingatkan pentingnya menjaga stabilitas dunia kerja, tetapi juga menegaskan agar perusahaan tidak abai terhadap kewajibannya.
“Perusahaan harus bertanggung jawab penuh terhadap hak-hak karyawan. Jangan hanya menikmati keuntungan, lalu ketika ada persoalan, malah cuci tangan,” tegas Syaprianto Daud.
Ia menambahkan bahwa pengabaian terhadap hak pekerja bisa menjadi bumerang serius bagi dunia usaha di Bengkulu Utara.
“Kalau perusahaan semena-mena, jangan salahkan kalau ke depan, Bengkulu Utara akan ditinggalkan oleh tenaga kerja profesional maupun investor. Ini soal membangun kepercayaan. Jangan rusak iklim investasi dengan perlakuan tidak adil terhadap karyawan” ujarnya lantang.
Menurut Syaprianto, Bengkulu Utara hanya bisa tumbuh dan berkembang apabila investasi dan perlindungan terhadap tenaga kerja berjalan beriringan.
“Bengkulu Utara tidak akan bisa maju kalau iklim usahanya diwarnai ketidakadilan. Karyawan itu aset, bukan beban. Kita harus jaga mereka, kalau ingin daerah ini benar-benar maju,” tutupnya.